Ketika masyarakat mendapatkan akses internet gratis, kesan pertama yang muncul biasanya positif: murah, praktis, dan tanpa komitmen biaya. Tapi di balik semua itu, ada satu kenyataan yang jarang disadari—layanan gratis hampir selalu datang tanpa standar kualitas yang jelas.
Salah satu ciri khas dari layanan internet gratis adalah ketidakstabilan. Kecepatan koneksi naik turun tanpa kejelasan, sinyal sering hilang, dan tidak ada jaminan uptime. Hari ini lancar, besok bisa mati total tanpa pemberitahuan. Hal ini membuat pengguna frustrasi, terutama yang mengandalkan koneksi untuk bekerja, sekolah, atau berbisnis.
Tidak ada standar bandwidth minimum, tidak ada sistem pengawasan trafik, bahkan kadang perangkat yang digunakan tidak sesuai standar jaringan profesional. Semua serba asal jalan—dan kalau bermasalah, tak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Dalam dunia penyediaan layanan profesional, SLA adalah komitmen tertulis antara penyedia dan pengguna: berapa persen uptime, berapa lama waktu respons jika ada gangguan, hingga jaminan teknis lainnya. Tapi dalam layanan internet gratis, hal ini sama sekali tidak ada.
Pengguna tidak diberi kepastian apa pun. Mereka tidak tahu siapa operator di balik jaringan, bagaimana sistemnya bekerja, atau ke mana harus menghubungi jika terjadi masalah. Tidak ada dokumentasi, tidak ada kontrak layanan, dan tentu saja—tidak ada jaminan kualitas.
Jika Anda berlangganan ke ISP resmi atau RT/RW Net lokal, biasanya Anda bisa langsung menghubungi teknisi ketika koneksi bermasalah. Tapi di internet gratis, semuanya serba gelap. Tidak ada tim teknis yang standby, tidak ada pusat layanan, dan tak ada kontak resmi. Semua tanggung jawab “mengambang”.
Masalah teknis, seperti interferensi sinyal, koneksi lambat, atau perangkat bermasalah pun sering diabaikan. Pengguna dibiarkan menebak-nebak sendiri penyebab gangguan, tanpa solusi nyata.
Internet gratis tanpa standar kualitas ibarat jalan tol tanpa aspal—kelihatannya menarik, tapi tidak nyaman dan tidak aman untuk dipakai serius. Dalam jangka panjang, layanan seperti ini justru menciptakan frustrasi, ketergantungan, dan penurunan kualitas pengalaman digital masyarakat.
Lebih baik membayar sedikit untuk koneksi yang stabil dan bisa diandalkan, dibanding terjebak dalam layanan gratis yang tak jelas arah dan tanggung jawabnya.