Di dunia maya yang penuh dengan racun digital, sosial media menjadi arena pertempuran tanpa senjata. Di sinilah netizen saling hujat dengan kata-kata pedas dan sinis, seolah tak ada batas rasa hormat. Mereka bersenang-senang dalam membanjiri feed dengan komental tajam, seakan menjadi hakim dan juri tanpa kursi pengadilan.
Seperti virus yang tak terbendung, kebencian menyebar dengan cepat di platform-platform sosmed. Sebuah postingan biasa bisa saja menjadi bahan bakar bagi kemarahan massa. Tak ada tempat untuk perdebatan sehat, hanya bully dan cyberbully yang berlomba meracuni pikiran.
Twitter, Instagram, Facebook, semuanya turut meramaikan pertunjukan kebencian. Seakan tak lagi cukup di dunia nyata, sekarang kita bisa menyaksikan pertunjukan drama tanpa akhir di dunia maya. Tidak ada yang aman, semua bisa menjadi sasaran empuk untuk dilempar dengan serangan pahit.
Bicara hoax dan fitnah pun tak lagi menarik perhatian. Yang penting, siapa yang bisa melempar insult paling tajam, siapa yang bisa merusak reputasi tanpa rasa bersalah. Kita semua adalah pemeran dalam drama kecil ini, di mana keyboard menjadi senjata utama.
Mungkin kita semua telah kehilangan sedikit demi sedikit empati dan rasa hormat. Dunia maya seolah menjadi cermin buruk dari dunia nyata, di mana kebencian merajalela tanpa kendali. Dan sosial media, semakin menjadi ajang saling hujat tanpa henti.