Di dunia jasa digital, terutama layanan VPS, satu hal yang paling bikin pelanggan jengkel bukan cuma masalah teknis—tapi cara penyedia jasa menjawab komplain.
“Min, kok VPS saya gak bisa diakses ”
“Maaf kak, itu self-managed ya 😊”
Wah, enak banget jawabannya.
Istilah self-managed harusnya bermakna:
➡️ Pelanggan bebas mengelola servernya sendiri.
➡️ Penyedia hanya sediakan platform & akses.
Tapi di tangan provider kaleng-kaleng, self-managed malah jadi tameng:
Gak bisa bantu Self-managed.
Layanan error Self-managed.
Panel rusak Self-managed.
OS gagal rebuild Self-managed.
Uptime ampas Self-managed juga dong!
Lama-lama pelanggan tanya:
“Jadi yang kamu kelola itu apa, bang ”
Self-managed bukan berarti provider bebas lepas tangan.
Kalau kamu jualan server dan:
Gak kasih panduan
Gak punya dokumentasi
Gak punya support dasar
Gak bisa bantu login
Gak ngerti gimana sistem kerjanya
Maka kamu bukan provider VPS,
tapi penyewaan root password aja.
Yang sering terjadi:
Pelanggan daftar, bayar, dapet VPS.
Mau setup, tapi bingung karena gak dikasih panduan.
Tanya ke CS, jawabnya: “Silakan Googling, kak. Kami gak support instalasi.”
Tanya kenapa rebuild OS gagal, dijawab: “Silakan coba lagi kak, mungkin server-nya sibuk.”
Minta refund
“Maaf, layanan digital tidak bisa direfund 😌”
Luar biasa. Jualan beresiko nol, tanggung jawab nol, tapi cuannya 100%.
✅ Self-managed ≠ zero responsibility
✅ Self-managed ≠ support ngilang
✅ Self-managed ≠ lempar pelanggan ke Google
✅ Self-managed ≠ cuek setelah transfer masuk
Kalau lo cuma bisa jual server tanpa ngerti teknis, tanpa siap bantu, dan tiap masalah dilempar ke “self-managed”…
Lebih baik lo dagang yang lain aja.
Karena:
Pelanggan bayar buat layanan yang layak.
Support itu bukan bonus, tapi bagian dari harga.
Dan kata “self-managed” bukan alasan buat kabur dari komitmen.
Self-managed itu pilihan teknis, bukan alasan etis.
Kalau tiap komplain lo jawab pakai “kami gak support itu ya kak 😊”,
percayalah, pelanggan juga gak akan support bisnis lo.