Banyak layanan internet yang menawarkan kecepatan “up to” atau “hingga” sekian Mbps. Sekilas terdengar menjanjikan, namun cara kerja sistem ini menyimpan berbagai kelemahan yang seringkali merugikan pengguna.
Cara kerja utama dari sistem "up to" adalah berbagi bandwidth antar pengguna dalam satu jaringan. Artinya, satu koneksi besar dibagi ke banyak pelanggan. Saat pengguna lain aktif (misalnya malam hari), maka kecepatan tiap orang otomatis menurun.
Contoh: Satu jaringan 100 Mbps dibagi ke 20 rumah. Jika semuanya aktif bersamaan, kecepatan tiap rumah bisa turun drastis.
Dalam sistem ini, tidak ada jaminan kecepatan minimum. Meskipun paket menyebutkan “up to 50 Mbps”, bisa saja pelanggan hanya mendapatkan 5 atau bahkan 1 Mbps, tergantung kondisi jaringan. Hal ini membuat kualitas sangat tidak konsisten.
Layanan dengan sistem "up to" biasanya tidak diberikan prioritas oleh ISP. Ketika trafik padat, pengguna up to-lah yang pertama kali terdampak. Video call, streaming, dan upload bisa terganggu karena tidak ada mekanisme jaminan kestabilan koneksi.
Bisnis, sekolah daring, gamer, atau pengguna CCTV online sangat dirugikan oleh sistem ini. Karena tidak stabil, pekerjaan penting jadi terhambat. Koneksi sering terputus-putus, delay tinggi, dan buffering tak berkesudahan.
Karena tidak ada kecepatan minimum yang tertulis di kontrak, pelanggan kesulitan saat ingin komplain. ISP akan berdalih bahwa “kecepatan up to memang tidak dijamin selalu maksimal”. Akhirnya, pelanggan pasrah tanpa solusi jelas.
Cara kerja sistem internet “up to” lebih mengutamakan efisiensi bagi penyedia, bukan kepuasan pelanggan. Bagi yang butuh koneksi stabil dan andal, sistem ini sebaiknya dihindari. Pilihlah layanan yang menawarkan dedicated bandwidth atau jaminan kecepatan minimum untuk hasil yang lebih pasti.